Thursday, March 18, 2010

seorang perempuan di jakarta

Perempuan itu menghangatkan sebuah apple pie di microwave untuk kudapan malam bagi suaminya. Bagaimana aku bisa tahu? Karena aku mengikutinya, perempuan itu dan suaminya. Tentu tanpa mereka tahu.

Waktu menunjukkan pukul 00.43

Tapi perempuan itu dan suaminya memang biasa tidur larut. Itu pengakuan perempuan itu sendiri. Tentunya pengakuan itu tak ditujukan untukku. Tapi aku bisa tahu.

Kadang perempuan itu menikmati sendiri kudapannya di kala larut.
Kadang suaminya memang tak ada di sisinya. Bagi lelaki, pekerjaan adalah pernikahan pertama. Itu kata suaminya dan perempuan itu menerima.

Perempuan itu adalah perempuan pencinta. Kata-katanya begitu manis dan ia nyaris tak pernah bertanya. Kubayangkan ia terlahir dalam bungkusan udara yang berbeda. Sebuah bola tipis mengelilingi tubuhnya, melindunginya dari sakit dunia nyata.

Rumahnya, surganya
Tawa bocah mungilnya yang selalu ingin ikut terjaga di malam hari bersamanya
Kata-kata manis suaminya kala terlambat satu dua jam atau bahkan tiga
Perjalanan ke luar kota setiap awal bulan, makan siang bersama ayah ibunya setiap akhir pekan
Perbincangan ringan bersama sahabat-sahabatnya
yang sama sepertinya, melewati hidup tanpa tanya

Perempuan berhati putih, betapa hatiku sedih untuknya. Dan sejurus kemudian marah itu datang merenggut sedihku.

Perempuan bodoh, bukalah matamu.

Cari di mana suamimu dan kenali siapa ia sebenarnya. Jiwanya hilang sejak ia dilahirkan dan ia belum berhenti mencari. Ketahuilah, perempuan pencinta. Cinta tidak seharusnya hadir tanpa tanya.

Karena perempuan seperti dirinya ada, lelaki seperti suaminya pun akan tetap ada.
Perempuan yang menerima, yang tersenyum walau tak bahagia, yang menyambut penuh cinta meski suaminya pulang larut, terlalu larut untuk tak terjadi apa-apa dalam pencarian hilang jiwanya.

Dalam marahku, kuludahi wajahnya
Perempuan tak berdosa namun tak berguna
Perempuan kuat dalam lemahnya
Perempuan lemah dalam kuatnya
Perempuan dengan cintanya yang sia-sia

Wednesday, March 17, 2010

diam

ada yang hilang
saat tak lagi berkumandang
di telingaku
suaramu

kau diam
kala kuputuskan untuk tak diam
kau diam
agar kutelan kembali suaraku
dan ku diam

ku kembali jadi aku
seperti aku di benakmu
penjaga suasana hati
bukan milikku
namun milikmu

ku diam
dan kuputuskan tuk selalu diam
karena diammu membunuhku
karena mati aku melihatmu
diam